noteline -BANJARMASIN, Mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalimantan Selatan, Ahmad Solhan, dituntut hukuman penjara selama 5 tahun 8 bulan dan membayar uang pengganti sebesar Rp16,2 miliar oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banjarmasin, Rabu 11 Juni 2025.
Jika Ahmad Solhan tidak mampu membayar uang pengganti tersebut, hukumannya akan ditambah 4 tahun penjara.
Tuntutan tersebut dibacakan dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Cahyono Reza Adrianto, SH.
Selain Ahmad Solhan, tiga terdakwa lain juga menjalani sidang tuntutan, yaitu Yulianti Erlinah, Agustya Febri, dan H. Ahmad.
Keempatnya merupakan terdakwa dalam kasus suap dan gratifikasi yang terungkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di Dinas PUPR Kalimantan Selatan.
Yulianti Erlinah dituntut 4 tahun 6 bulan penjara dengan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan penjara, ditambah 3 tahun penjara jika tidak mampu membayar denda tambahan Rp4 miliar.
H. Ahmad dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider 4 bulan penjara, berdasarkan Pasal 12B junto Pasal 55 junto Pasal 65 KUHP.
Agustya Febri juga dituntut berdasarkan pasal yang sama, dengan hukuman penjara 4 tahun 2 bulan dan denda Rp500 juta subsider 5 bulan penjara.
Menariknya, jumlah uang pengganti yang dituntut kepada Ahmad Solhan (Rp16,2 miliar) melebihi jumlah uang yang disita KPK saat OTT (sekitar Rp12 miliar).
JPU KPK Meyer Simanjuntak, SH, menjelaskan bahwa sebelum OTT, Ahmad Solhan beberapa kali mengambil uang dari Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Provinsi Kalsel.
Uang tersebut, menurut Jaksa, digunakan untuk kegiatan operasional dan keagamaan.
Terkait peran H. Ahmad yang bukan Aparatur Sipil Negara (ASN), Jaksa Meyer menjelaskan bahwa ia merupakan penerima pertama uang sebesar Rp2,3 miliar dari Ketua BAZNAS Kalsel.
Sidang akan dilanjutkan dengan agenda pembelaan dari para terdakwa.*