noteline update- BANJARBARU, Gubernur Kalimantan Selatan, H. Muhidin, mengambil langkah proaktif dalam menghadapi gelombang penolakan terhadap usulan perubahan status Pegunungan Meratus menjadi Taman Nasional.
Didampingi oleh Wakil Gubernur Hasnuryadi Sulaiman, jajaran Forkopimda Kalsel, dan sejumlah pejabat Pemprov Kalsel, gubernur turun langsung menemui massa aksi di depan Kantor Sekretariat Daerah Provinsi Kalsel, Banjarbaru, akhir pekan tadi.
Aksi yang diikuti oleh tokoh adat Dayak, masyarakat Pegunungan Meratus, aktivis Walhi, dan perwakilan mahasiswa ini menyuarakan kekhawatiran mereka terkait dampak perubahan status tersebut.
Gubernur Muhidin, dalam dialog terbuka, berupaya meyakinkan massa bahwa perubahan status ini justru bertujuan untuk melindungi Pegunungan Meratus dari eksploitasi yang lebih parah.
“Usulan ini bukan untuk mengekang masyarakat, tetapi untuk melindungi kawasan ini dari ancaman pertambangan.
Dengan status Taman Nasional, tidak akan ada aktivitas penambangan. Masyarakat tetap bisa menjalankan kehidupan seperti biasa,” jelasnya.
Sebagai solusi konkret, Gubernur Muhidin menawarkan untuk mengajak perwakilan tokoh adat, masyarakat, dan Walhi berdialog langsung dengan pihak kementerian terkait di Jakarta.
Gubernur, bahkan menyatakan kesediaannya untuk menanggung biaya perjalanan tersebut dari dana pribadinya.
“Jika perubahan status ini justru merugikan masyarakat, saya tidak akan menandatanganinya. Saya siap membela masyarakat adat,” ucapnya.
Gubernur juga menyinggung Perda Kalsel Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, yang menurutnya harus segera diimplementasikan di seluruh daerah.
Gubernur juga menegaskan, tidak ada pengusiran terhadap warga di pegunungan Meratus.
” Tidak ada untuk menyakiti bapak-bapak, ibu-ibu sebenarnya. Apalagi mengusir. Tujuannya tentu membantu warga di Pegunungan Meratus. Kalau tidak bisa, dengan status taman national pemerintah bisa membantu,” jelas Gubernur.
Aksi demonstrasi ini dihadiri oleh lebih dari seratus orang, termasuk perwakilan tokoh adat Dayak dari berbagai wilayah di Pegunungan Meratus, seperti Loksado (HSS), Paramasan (Kabupaten Banjar), Balangan, dan Batang Alai Timur (HST).
Petrus dari Loksado HSS menegaskan bahwa masyarakat Dayak telah hidup turun-temurun di Pegunungan Meratus dan menolak untuk terusir dari tanah adat mereka.*