noteline update- SEJARAH, Sebuah baju besi peninggalan Sultan Husin Kamaluddin, Sultan Brunei ke-16, menyimpan kisah kegemilangan Kesultanan Brunei di masa lalu.
Baju besi ini bukan sekadar perlengkapan perang, tetapi juga representasi kekuasaan dan kemegahan kerajaan yang pernah menguasai sebagian besar Pulau Borneo (Sarawak, Sabah, dan Kalimantan).
Lambang-lambang yang terukir pada pelapis tembaga baju besi ini menceritakan sejarahnya.
Di dada kanan, terdapat lambang Kesultanan Brunei masa pemerintahan Sultan Husin Kamaluddin, menampilkan bulan sabit, payung ubur-ubur, sayap, bintang pecah delapan, serta kaligrafi Allah dan Muhammad.
Keindahannya semakin lengkap dengan 44 butir delima merah asli berukuran 2 mm yang menghiasi lambang tersebut.
Dada kiri menampilkan lambang yang lebih sederhana, berupa bulan sabit dan bintang pecah delapan dengan 10 butir delima merah, serta tulisan “BRUNEI” dalam aksara Jawi.
Komposisi lambang-lambang ini terbuat dari perak dan delima merah, menunjukkan kualitas dan kemewahannya.
Baju besi ini diperkuat dengan pelapis tembaga di bagian depan, dihiasi ukiran bunga yang sangat halus dan detail, hasil karya tukang ukir yang ahli.
Terbuat dari perak, tembaga, dan emas, baju besi ini juga dilengkapi enam keping pitis – mata uang zaman Sultan Husin Kamaluddin – dua di bagian atas dan empat di bagian bawah.
Tulisan “Sultan Kamaluddin Malik Al-Dzahir” tertera jelas pada setiap pitis.
Kekuasaan Kesultanan Brunei di bawah Sultan Husin Kamaluddin bahkan meluas hingga ke Luzon, Manila, Filipina pada awal abad ke-16.
Kerajaan Islam di sana dikenakan upeti sebagai tanda pengakuan atas kekuasaan Brunei.
Baju besi ini merupakan bukti nyata sejarah dan kekayaan budaya Kesultanan Brunei, sebuah warisan berharga yang perlu dijaga dan dipelajari.
Ia menjadi saksi bisu kejayaan sebuah kerajaan Islam yang pernah berjaya di Nusantara.*