note line update – JAKARTA, Sejumlah asosiasi yang bergerak di bidang penyelenggaraan haji dan umroh di Indonesia mendesak pemerintah untuk meninjau ulang beberapa poin krusial dalam Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh (RUU PIHU).
Desakan ini muncul sebagai respons terhadap kekhawatiran akan potensi dampak negatif dari legalisasi umroh mandiri dan ketentuan kuota haji khusus.
Dalam sebuah pernyataan bersama yang dikeluarkan pada hari Senin (18/8/2025), perwakilan dari berbagai asosiasi menyampaikan bahwa legalisasi umroh mandiri dapat membuka celah bagi praktik-praktik yang merugikan jamaah.
Mereka khawatir bahwa tanpa pengawasan dan bimbingan yang memadai dari Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang terakreditasi, jamaah akan rentan terhadap penipuan, pelayanan yang buruk, dan masalah lainnya.
“Kami sangat prihatin dengan potensi risiko yang dihadapi jamaah jika umroh mandiri dilegalkan tanpa adanya mekanisme perlindungan yang kuat,” kata perwakilan dari salah satu asosiasi.
“PPIU memiliki peran penting dalam memberikan bimbingan keagamaan, memastikan keamanan, dan memberikan pelayanan yang berkualitas kepada jamaah,” jelasnya.
Selain itu, asosiasi-asosiasi tersebut juga menyoroti masalah kuota haji khusus yang dinilai tidak adil dan berpotensi menimbulkan masalah hukum.
Mereka berpendapat bahwa kuota haji khusus seharusnya ditinjau ulang agar lebih proporsional dan transparan.
Menanggapi desakan ini, pemerintah diharapkan dapat membuka dialog yang lebih luas dengan semua pemangku kepentingan terkait untuk memastikan bahwa RUU PIHU benar benar dapat meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji dan umroh di Indonesia.
Pemerintah juga diharapkan dapat mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak untuk menciptakan regulasi yang adil, transparan, dan melindungi kepentingan jamaah.*